Minggu, 18 Januari 2015

Kutipan Kata romantis Novel Tereliye



 “Wahai, wanita-wanita yang hingga usia tiga puluh, empat puluh, atau lebih dari itu, tapi belum juga menikah (mungkin kerana kekurangan fizikal, tidak ada kesempatan, atau tidak pernah 'terpilih' di dunia yang amat keterlaluan mencintai harta dan penampilan wajah.) Yakinlah, wanita-wanita solehah yang sendiri, namun tetap mengisi hidupnya dengan indah, bersedekah dan berkongsi, berbuat baik dan bersyukur. Kelak di hari akhir sungguh akan menjadi bidadari-bidadari syurga. Dan khabar baik itu pastilah benar, bidadari syurga parasnya cantik luar biasa.”
 ― Tere Liye, Bidadari Bidadari Surga

“Bukankah kepercayaan itu sebuah rasionalitas ilmiah?”
 ― Tere Liye, Bidadari Bidadari Surga

“Jika kita ibaratkan, maka peradaban manusia persis seperti roda. terus berputar. Naik-turun. Mengikuti siklusnya.”
 ― Tere Liye, Bidadari Bidadari Surga

 “Filosofi padi, "semakin berisi maka padi akan semakin merunduk", maknanya "semakin kita merasa bisa maka kita harus bisa semakin merasa”
 ― Tere Liye, Pukat

 “Ya Rabb, Engkaulah alasan semua kehidupan ini. Engkaulah penjelasan atas semua kehidupan ini. Perasaan itu datang dariMu. Semua perasaan itu juga akan kembali kepadaMu. Kami hanya menerima titipan. Dan semua itu ada sungguh karenaMu...
Katakanlah wahai semua pencinta di dunia. Katakanlah ikrar cinta itu hanya karenaNya. Katakanlah semua kehidupan itu hanya karena Allah. Katakanlah semua getar-rasa itu hanya karena Allah. Dan semoga Allah yang Maha Mencinta, yang Menciptakan dunia dengan kasih-sayang mengajarkan kita tentang cinta sejati.
Semoga Allah memberikan kesempatan kepada kita untuk merasakan hakikatNya.
Semoga Allah sungguh memberikan kesempatan kepada kita untuk memandang wajahNya. Wajah yang akan membuat semua cinta dunia layu bagai kecambah yang tidak pernah tumbuh. Layu bagai api yang tak pernah panas membakar. Layu bagai sebongkah es yang tidak membeku. ”
 ― Tere Liye, Hafalan Shalat Delisa

“Maha Suci Engkau Ya Allah, yang telah menciptakan perasaan. Maha Suci Engkau yang telah menciptakan ada dan tiada. Hidup ini adalah penghambaan. Tarian penghambaan yang sempurna. Tak ada milik dan pemilik selain Engkau. Tak ada punya dan mempunyai selain Engkau.
Tetapi mengapa Kau harus menciptakan perasaan? Mengapa Kau harus memasukkan bongkah yang disebut dengan "perasaan" itu pada mahkluk ciptaanMu? Perasaan kehilangan...perasaan memiliki...perasaan mencintai...
Kami tak melihat, Kau berikan mata; kami tak mendengar, Kau berikan telinga; Kami tak bergerak, Kau berikan kaki. Kau berikan berpuluh-puluh nikmat lainnya. Jelas sekali, semua itu berguna! Tetapi mengapa Kau harus menciptakan bongkah itu? Mengapa Kau letakkan bongkah perasaan yang seringkali menjadi pengkhianat sejati dalam tubuh kami. Mengapa? ”
 ― Tere Liye, Hafalan Shalat Delisa 

 “saudara-saudara kita menjadi tameng api neraka kita , maka berbuat baiklah pada mereka ...sungguh, saudara kita akan menjadi penghalang siksa dan azab himpitan liang kubur..”
 ― Tere Liye, Hafalan Shalat Delisa

 “Delisa cinta ummi karena Allah.”
 ― Tere Liye, Hafalan Shalat Delisa

 “Bagi manusia, hidup itu juga sebab-akibat, Ray. Bedanya, bagi manusia sebab-akibat itu membentuk peta dengan ukuran raksasa. Kehidupanmu menyebabkan perubahan garis kehidupan orang lain, kehidupan orang lain mengakibatkan perubahan garis kehidupan orang lainnya lagi, kemudian entah pada siklus yang keberapa, kembali lagi ke garis kehidupanmu.... Saling mempengaruhi, saling berinteraksi.... Sungguh kalau kulukiskan peta itu maka ia bagai bola raksasa dengan benang jutaan warna yang saling melilit, saling menjalin, lingkar-melingkar. Indah. Sungguh indah. Sama sekali tidak rumit.”
 ― Tere Liye, Rembulan Tenggelam Di Wajahmu

 “Begitulah kehidupan, Ada yang kita tahu, ada pula yang tidak kita tahu. Yakinlah, dengan ketidak-tahuan itu bukan berarti Tuhan berbuat jahat kepada kita. Mungkin saja Tuhan sengaja melindungi kita dari tahu itu sendiri.”
 ― Tere Liye, Rembulan Tenggelam Di Wajahmu

“Andaikata semua kehidupan ini menyakitkan, maka di luar sana pasti masih ada sepotong bagian yang menyenangkan. Kemudian kau akan membenak pasti ada sesuatu yang jauh lebih indah dari menatap rembulan di langit. Kau tidak tahu apa itu, karna ilmumu terbatas. Kau hanya yakin , bila tidak di kehidupan ini suatu saat nanti pasti akan ada yang lebih mempesona dibanding menatap sepotong rembulan yang sedang bersinar indah.”
 ― Tere Liye, Rembulan Tenggelam Di Wajahmu 

“Hanya orang-orang dengan hati damailah yang boleh menerima kejadian buruk dengan lega.”
 ― Tere Liye, Rembulan Tenggelam Di Wajahmu

“Semua orang selalu diberikan kesempatan untuk kembali. Sebelum mau menjemput, sebelum semuanya benar-benar terlambat. Setiap manusia diberikan kesempatan mendapatkan penjelasan atas berbagai pertanyaan yang mengganjal hidupnya.”
 ― Tere Liye, Rembulan Tenggelam Di Wajahmu




“Orang-orang yang memiliki tujuan hidup, tahu persis apa yg hendak dicapainya, maka baginya semua kesedihan yang dialaminya adalah tempaan, harga tujuan tersebut. Dan sebaliknya.”
 ― Tere Liye, Rembulan Tenggelam Di Wajahmu

“kebahagiaan adalah kesetiaan.. setia atas indahnya merasa cukup.. setia atas indahnya berbagi.. setia atas indahnya ketulusan berbuat baik..”
 ― Tere Liye, Moga Bunda Disayang Allah

 “Benarlah. Jika kalian sedang bersedih, jika kalian sedang terpagut masa lalu menyakitkan, penuh penyesalah seumur hidup, salah satu obatnya adalah dengan menyadari masih banyak orang lain yang lebih sedih dan mengalami kejadian lebih menyakitkan dibandingkan kalian. Masih banyak orang lain yang tidak lebih beruntung dibandingkan kita. Itu akan memberikan pengertian bahwa hidup ini belum berakhir. Itu akan membuat kita selalu meyakini : setiap makhluk berhak atas satu harapan.”
 ― Tere Liye, Moga Bunda Disayang Allah

 “Ibu, rasa nyaman selalu membuat orang-orang sulit berubah. Celakanya, kami sering kali tidak tahu kalau kami sudah terjebak oleh perasaan nyaman itu... Padahal di luar sana, di tengah hujan deras, petir, guntur, janji kehidupan yang lebih baik boleh jadi sedang menanti. Kami justru tetap bertahan di pondok reot dengan atap rumbia yang tampias di mana-mana, merasa nyaman, selalu mencari alasan untuk berkata tidak atas perubahan, selalu berkata 'tidak'...

Ibu, rasa takut juga selalu membuat orang-orang sulit berubah. Celakanya, kami sering kali tidak tahu kalau hampir semua yang kami takuti hanyalah sesuatu yang bahkan tidak pernah terjadi... Kami hanya gentar oleh sesuatu yang boleh jadi ada, boleh jadi tidak. Hanya mereka-reka, lantas menguntai ketakutan itu, bahkan kami tega menciptakan sendiri rasa takut itu, menjadikannya tameng untuk tidak mau berubah.”
 ― Tere Liye, Moga Bunda Disayang Allah

 “Gadis kecil itu benar sekali.. mengapa dunia diciptakan dengan penuh perbedaan. Yang satu dilebihkan dari yang lain... ada yang bisa melihat. Bisa mendengar, ada juga yang tidak. Ada yang cerdas, ada yang tidak. Apakah semua itu adil? Apakah takdir itu adil? Padahal bukankah semua pembeda itu hanyalah semu. Tidak hakiki. Ketika sang waktu menghabisi segalanya, bukankah semua manusia sama...”
 ― Tere Liye, Moga Bunda Disayang Allah   

“Hidup harus terus berlanjut,tidak peduli seberapa menyakitkan atau membahagiakan, biar waktu yg menjadi obat”
 ― Tere Liye, Ayahku (Bukan) Pembohong

 “Penjajah itu tidak tahu kekuatan bersabar. Kekuatan ini bahkan lebih besar dibandingkan peledak berhulu nuklir. Alam semesta selalu bersama orang-orang yang sabar.”
 ― Tere Liye, Ayahku (Bukan) Pembohong

 “Dengan kesederhanaan hidup bukan berati tidak ada kebahagian, kebahagian ada pada seberapa besar keberartian hidup kita untuk hidup orang lain dan sekitar, yap seberapa besar kita menginspirasi mereka. Kebahagian ada pada hati yang bersih, lapang dan bersyukur dalam setiap penerimaan...:)”
 ― Tere Liye, Ayahku (Bukan) Pembohong 




  “Mereka siap dengan kekalahan, sama siapnya menyambut hari kemenangan.”
 ― Tere Liye, Ayahku (Bukan) Pembohong

“Mereka menjalani hidup dgn sebenar-benarnya hidup itu harus dijalani, mengalir apa adanya.”
 ― Tere Liye, Ayahku (Bukan) Pembohong 

“Apa kata pepatah, hidup harus terus berlanjut, tak peduli seberapa menyakitkan atau seberapa membahagiakan, biarkan waktu yang menjadi obat.”
 ― Tere Liye, Ayahku (Bukan) Pembohong

“Mengerti bahwa memaafkan itu proses yang menyakitkan. MEngerti, walau menyakitkan itu harus dilalui agar langkah kita menjadi jauh lebih ringan. Ketahuilah, memaafkan orang lain sebenarnya jauh lebih mudah dibandingkan memaafkan diri sendiri.”
 ― Tere Liye, Sunset Bersama Rosie

“Tak Peduli seberapa membahagiakan atau menyedihkan, hidup harus terus berlanjut. Waktulah yang selalu menepati janji dan berbaik hati mengobati segalanya.”
 ― Tere Liye, Sunset Bersama Rosie

“ada banyak cara menikmati sepotong kehidupan saat kalian sedang tertikam belati sedih. salah satunya dengan menerjemahkan banyak hal yang menghiasi dunia dengan cara tak lazim. saat melihat gumpalan awan di angkasa. saat menyimak wajah-wajah lelah pulang kerja. saat menyimak tampias air yang membuat bekas di langit-langit kamar. dengan pemahaman secara berbeda maka kalian akan merasakan sesuatu yang berbeda pula. memberikan kebahagiaan utuh -yang jarang disadari- atas makna detik demi detik kehidupan.”
 ― Tere Liye, Sunset Bersama Rosie

“sungguh tidak ada mawar yang tumbuh di tegarnya karang”
 ― Tere Liye, Sunset Bersama Rosie

“Aku harus menyibukkan diri. Membunuh dengan tega setiap kali kerinduan itu muncul. Ya Tuhan, berat sekali melakukannya…. Sungguh berat, karena itu berarti aku harus menikam hatiku setiap detik.”
 ― Tere Liye, Sunset Bersama Rosie

“Terkadang kesedihan memerlukan kesendirian, meskipun seringkali kesendirian mengundang kesedihan tak tertahankan.”
 ― Tere Liye, Kisah Sang Penandai

“Tapi apalagi yang membuat hati berdesir selain pertemuan yang tidak disengaja ?”
 ― Tere Liye, Kisah Sang Penandai

“Pecinta sejati tidak akan pernah menyerah sebelum kematian itu sendiri datang menjemput dirinya.”
 ― Tere Liye, Kisah Sang Penandai



 “Daun yang jatuh tak pernak membenci angin. Dia membiarkan dirinya jatuh begitu saja. Tak melawan. Mengikhlaskan semuanya.”
 ― Tere Liye, Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin

 “Orang yang memendam perasaan seringkali terjebak oleh hatinya sendiri. Sibuk merangkai semua kejadian di sekitarnya untuk membenarkan hatinya berharap. Sibuk menghubungkan banyak hal agar hatinya senang menimbun mimpi. Sehingga suatu ketika dia tidak tahu lagi mana simpul yang nyata dan mana simpul yang dusta.”
 ― Tere Liye, Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin    

 “Kebaikan itu memang tak selalu harus berbentuk sesuatu yang terlihat.”
 ― Tere Liye, Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin

“Daun yang jatuh tak pernah membenci angin, dia membiarkan dirinya jatuh begitu saja. Tak melawan, mengikhlaskan semuanya.

Bahwa hidup harus menerima, penerimaan yang indah. Bahwa hidup harus mengerti, pengertian yang benar. Bahwa hidup harus memahami, pemahaman yang tulus.

Tak peduli lewat apa penerimaan, pengertian, pemahaman itu datang. Tak masalah meski lewat kejadian yang sedih dan menyakitkan. Biarkan dia jatuh sebagaimana mestinya. Biarkan angin merengkuhnya, membawa pergi entah kemana.”
 ― Tere Liye, Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin

“Cinta adalah perbuatan. Kata-kata dan tulisan indah adalah omong kosong.”
 ― Tere Liye, Kau, Aku & Sepucuk Angpau Merah

  “Berasumsi dengan perasaan, sama saja dengan membiarkan hati kau diracuni harapan baik, padahal boleh jadi kenyataannya tidak seperti itu, menyakitkan.”
 ― Tere Liye, Kau, Aku & Sepucuk Angpau Merah

“Cinta hanyalah segumpal perasaan dalam hati. Sama halnya dengan gumpal perasaan senang, gembira, sedih, sama dengan kau suka makan gilau kepala ikan, suka mesin. Bedanya, kita selama ini terbiasa mengistimewakan gumpal perasaan yang disebut cinta. Kita beri dia porsi lebih penting, kita bersarkan, terus menggumpal membesar. Coba saja kau cuekin, kau lupakan, maka gumpal cinta itu juga dengan cepat layu seperti kau bosan makan gulai kepala ikan.”
 ― Tere Liye, Kau, Aku & Sepucuk Angpau Merah

  “Cinta itu macam musik yang indah. Bedanya, cinta sejati akan membuatmu tetap menari meskipun musiknya telah lama berhenti.”
 ― Tere Liye, Kau, Aku & Sepucuk Angpau Merah

“Nak, perasaan itu tidak sesederhana satu tambah satu sama dengan dua. Bahkan ketika perasaan itu sudah jelas bagai bintang di langit, gemerlap indah tak terkira, tetap saja dia bukan rumus matematika. Perasaan adalah perasaan.”
 ― Tere Liye, Kau, Aku & Sepucuk Angpau Merah

  “perasaan adalah perasaan, meski secuil, walau setitik hitam di tengah lapangan putih luas, dia bisa membuat seluruh tubuh jadi sakit, kehilangan selera makan, kehilangan semangat, hebat sekali benda bernama perasaan itu, dia bisa membuat harimu berubah cerah dalam sekejap padahal dunia sedang mendung, dan di kejap berikutnya mengubah harimu jadi buram padahal dunia sedang terang benderang”
 ― Tere Liye, Kau, Aku & Sepucuk Angpau Merah

“Ibu, usiaku dua puluh dua, selama ini tidak ada yang mengajariku tentang perasaan-perasaan, tentang salah paham, tentang kecemasan, tentang bercakap dengan seorang yang diam-diam kau kagumi. Tapi soer ini, meski dengan menyisakan banyak pertanyaan, aku tahu, ada momen penting dalam hidup kita ketika kau benar-benar merasa ada sesuatu yang terjadi di hati. Sesuatu yang tidak pernah bisa dijelaskan. Sayangnya, sore itu juga menjadi sore perpisahanku, persis ketika perasaan itu mulai muncul kecambahnya.”
 ― Tere Liye, Kau, Aku & Sepucuk Angpau Merah

“Cinta sejati selalu menemukan jalan, Borno. Ada saja kebetulan, nasib, takdir, atau apalah sebutannya. Tapi sayangnya, orang-orang yang mengaku sedang dirudung cinta justru sebaliknya, selalu memaksakan jalan cerita, khawatir, cemas, serta berbagai perangai norak lainnya. Tidak usahlah kau gulana, wajah kusut. Jika berjodoh, Tuhan sendiri yang akan memberikan jalan baiknya.”
 ― Tere Liye, Kau, Aku & Sepucuk Angpau Merah

“Nah, walau tiga suku bangsa ini punya kampung sendiri, kampung Cina, kampung Dayak, dan kampung Melayu, kehidupan di Pontianak berjalan damai. Cobalah datang ke salah satu rumah makan terkenal di kota Pontianak, kalian dengan mudah akan menemukan tiga suku ini sibuk berbual, berdebat, lantas tertawa bersama—bahkan saling traktir. “Siapa di sini yang berani bilang Koh Acong bukan penduduk asli Pontianak?” demikian Pak Tua bertanya takzim.”
 ― Tere Liye, Kau, Aku & Sepucuk Angpau Merah

 “Perasaan adalah perasaan, Borno. Orang seperti kau, lebih suka rusuh dengan perasaan itu sendiri. Rusuh dengan harapan, semoga besok bertemu, semoga besok ada penjelasan baiknya. Semoga. Semoga.”
 ― Tere Liye, Kau, Aku & Sepucuk Angpau Merah

 “Jika dia memutuskan untuk pergi menjauh, itu berarti sudah saatnya kau memulai kesempatan baru. Percayalah, jika dia memang cinta sejati kau, mau semenyakitkan apa pun, mau seberapa sulit liku yang harus dilalui, dia tetap akan bersama kau kelak, suatu saat nanti. Langit selalu punya skenario terbaik. Saat itu belum terjadi, bersabarlah. Isi hari-hari dengan kesempatan baru. Lanjutkan hidup dengan segenap perasaan riang.”
 ― Tere Liye, Kau, Aku & Sepucuk Angpau Merah 




 “Buku yang baik tidak pernah dilihat dari sampulnya, bukan?”
 ― Tere Liye, Eliana

“Anak kijang loncat berlari.
Senang bermain di padang ilalang.
Dasar kau seorang pencuri.
Mencuri hatiku bukan kepalang.”
 ― Tere Liye, Eliana

“Jika kalian tidak bisa ikut golongan yang memperbaiki, maka setidaknya, janganlah ikut golongan yang merusak. Jika kalian tidak bisa berdiri di depan menyerukan kebaikan, maka berdirilah di belakang. Dukung orang orang yang mengajak pada kebaikan dengan segala keterbatasan. Itu lebih baik.”
 ― Tere Liye, Eliana

 “Tidak semua yang kita inginkan harus terjadi seketika. Kita tidak hidup di dunia dongeng.”
 ― Tere Liye, Eliana

Tidak selalu yang kita pikirkan itu benar. Tidak selalu yang kita sangkakan itu kebenaran. Kalau kita tidak mengerti alasan sebenarnya bukan berarti semua jadi buruk dan salah menurut versi kita sendiri.”
 --Tere Liye, novel Eliana
 

 “Cinta bukan sekedar memaafkan. cinta bukan sekedar soal menerima apa adanya. cinta adalah harga diri. cinta adalah rasionalitas sempurna.

Jika kau memahami cinta adalah perasaan irasional, sesuatu yang tidak masuk akal, tidak butuh penjelasan, maka cepat atau lambat, luka itu akan kembali menganga. kau dengan mudah membenarkan apapun yang terjadi di hati, tanpa tahu, tanpa memberikan kesempatan berpikir bahwa itu boleh jadi karena kau tidak mampu mengendalikan perasaan tersebut. tidak lebih, tidak kurang”
 ― Tere Liye, Sepotong Hati Yang Baru

“Kau tidak harus minta maaf. Meskipun seharusnya kau tahu, sehari setelah kau memutuskan pergi, aku telah membujuk hatiku agar tegar. Tetapi percuma. Menyakitkan. Semua itu membuat sesak. Kalimat itu mungkin benar, ada seseorang dalam hidupmu yang ketika ia pergi, maka ia juga membawa sepotong hatimu. Alysa, kau pergi. Dan kau bahkan membawa lebih dari separuh hatiku.”
 ― Tere Liye, Sepotong Hati Yang Baru

"Maka saat kebenaran itu datang, ia bagai embun yang terkena cahaya matahari. Bagai debu yang disiram air. Musnah sudah semua harapan-harapan palsu itu. Menyisakan kesedihan. Salah siapa? Mau menyalahkan orang lain?"   
― Tere Liye, Sepotong Hati Yang Baru        

“Suatu saat jika kau beruntung menemukan cinta sejatimu. Ketika kalian saling bertatap untuk pertama kalinya, waktu akan berhenti. Seluruh semesta alam takzim menyampaikan salam. Ada cahaya keindahan yang menyemburat, meggetarkan jantung. Hanya orang - orang yang beruntung yang bisa melihat cahaya itu, apalagi berkesempatan bisa merasakannya.”
 ― Tere Liye, Berjuta Rasanya

“..ajarkan aku untuk selalu memiliki hati yang cantik, hati yang cantik… Tidak peduli meski orang-orang tidak pernah sekali pun menyadari kecantikan hati tersebut.”
 ― Tere Liye, Berjuta Rasanya

“Ya Tuhan, aku sempurna tertikam oleh ilusiku sendiri. Pengkhianatan oleh hatiku yang sibuk meguntai simpul pertanda cinta.”
 ― Tere Liye, Berjuta Rasanya

  “Mungkin ada benarnya juga buku - buku itu bilang. Orang - orang yang jatuh cinta terkadang terbelenggu oleh ilusi yang diciptakan oleh hatinya sendiri.”
 ― Tere Liye, Berjuta Rasanya

 “Percayalah, hal yang paling menyakitkan di dunia bukan saat kita lagi sedih banget tapi nggak ada satupun teman untuk berbagi. Hal yang paling menyakitkan adalah saat kita lagi happy banget tapi justru nggak ada sat pun tema untuk membagi kebahagiaan tersebut.”
 ― Tere Liye, Berjuta Rasanya

“Kakek, apakah cinta itu memberi, seperti yang selalu Kakek lakukan saat memberi makan ayam - ayam?"

"Tidak. Karena kau selalu bisa memberi tanpa sedikitpun memiliki perasaan cinta, tetapi kau takkan pernah bisa mencintai tanpa selalu memberi.”
 ― Tere Liye, Berjuta Rasanya

“Ya, cinta seperti hantu. Semua orang membicarakannya, tetapi sedikir sekali yang benar - benar pernah melihatnya.”
 ― Tere Liye, Berjuta Rasanya

“Kakek, apakah cinta itu seperti musik?"

"Ya. Ia seperti musik, tetapi cinta sejati akan membuatmu selalu menari meskipun musiknya telah lama berhenti.”
 ― Tere Liye, Berjuta Rasanya

 “Kakek, dari kota manakah cinta datang?"

"Tidak ada yang tahu, Sayang. Cinta sejati datang begitu saja, tanpa satu alasan apapun yang jelas!”
 ― Tere Liye, Berjuta Rasanya

“Apakah cinta sejati itu? Apakah ia sebentuk perasaan yang tidak bisa dibagi lagi? Apakah ia sejenis kata akhir sebuah perasaan? Tidak akan bercabang? Tidak akan membelah diri lagi? Titik? Penghabisan? Bukankah lazim seseorang jatuh cinta lagi padahal sebelumya sudah berjuta kali bilang ke pasangan - pasangan lamanya, "Ia adalah cinta sejatiku!”
 ― Tere Liye, Berjuta Rasanya

“Kakek apakah cinta sesejuk air sungai ini?"

"Ya. Cinta sejati memang seperti air sungai, sejuk menyenangkan, dan terus mengalir. Mengalir terus ke hilir tidak pernah berhenti. Semakin lama semakin besar karena semakin lama semakin banyak anak sungai yang bertemu. Begitu juga cinta, semakin lama mengalir semakin besar batang perasaannya."

"Kalau begitu ujung sungai ini pasti ujung cinta itu?"

"Cinta sejati adalah perjalanan, Sayang. Cinta sejati tak pernah memiliki tujuan.”
 ― Tere Liye, Berjuta Rasanya

“Kakeknya berbohong. Cinta tidak seperti air sungai, sejuk, dan menyenangkan. Baginya, sekarang cinta lebih sepert moncong meriam. Sesaat lalu melontarkannya tinggi sekali hingga ke atas awan, tetapi sekejap kemudian menghujamkannya dalam - dalam ke perut bumi.”
 ― Tere Liye, Berjuta Rasanya


 “Tidak seperti waktu, relativitas nasib sudah diterjemahkan dengan maju oleh manusia di seluruh muka bumi melalui ukuran tertentu, yang sayang sekali ukuran tersebut mutlak berasal dari kesepakatan mereka.”
 ― Tere Liye, Berjuta Rasanya 
 
  “Lantas aku apa? Cillean Filleta? Makhluk yang tidak memerlukan pasangan untuk bereproduksi selama hidupnya? Makhluk yang ditakdirkan jomblo sepanjang usianya? Hiks!”
 ― Tere Liye, Berjuta Rasanya

 “Cinta memang tidak pernah adil," keluhnya terluka.”
 ― Tere Liye, Berjuta Rasanya

“Ketika satu kota dipenuhi orang miskin, kejahatan yang terjadi hanya level rendah, perampokan, mabuk-mabukan, atau tawuran. Kaum proletar seperti ini mudah diatasi, tidak sistematis dan jelas tidak memiliki visi misi, tinggal digertak, beres. Bayangkan ketika kota dipenuhi orang yang terlalu kaya, dan terus rakus menelan sumber daya di sekitarnya. Mereka sistematis, bisa membayar siapa saja untuk menjadi kepanjangan tangan, tidak takut dengan apapun. Sungguh tidak ada yang bisa menghentikan mereka selain sistem itu sendiri yang merusak mereka.”
 ― Tere Liye, Negeri Para Bedebah 

“...Penjelasan akan tiba pada waktu yg pas, tempat yg cocok, dan dari orang yg tepat.”
 ― Tere Liye, Negeri Di Ujung Tanduk

  “Kau tahu, Nak, sepotong intan terbaik dihasilkan dari dua hal, yaitu, suhu dan tekanan yang tinggi di perut bumi. Semakin tinggi suhu yang diterimanya, semakin tinggi tekanan yang diperolehnya, maka jika dia bisa bertahan, tidak hancur, dia justeru berubah menjadi intan yang berkilau tiada tara. Keras. Kokoh. Mahal harganya.

 “Sama halnya dengan kehidupan, seluruh kejadian menyakitkan yang kita alami, semakin dalam dan menyedihkan rasannya, jika kita bisa bertahan, tidak hancur, maka kita akan tumbuh menjadi seseorang berkarakter laksana intan. Keras. Kokoh."
 --Negeri Di Ujung Tanduk, novel paling baru Tere Liye


SUMBER:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar