“Wahai,
wanita-wanita yang hingga usia tiga puluh, empat puluh, atau lebih dari itu,
tapi belum juga menikah (mungkin kerana kekurangan fizikal, tidak ada
kesempatan, atau tidak pernah 'terpilih' di dunia yang amat keterlaluan
mencintai harta dan penampilan wajah.) Yakinlah, wanita-wanita solehah yang
sendiri, namun tetap mengisi hidupnya dengan indah, bersedekah dan berkongsi,
berbuat baik dan bersyukur. Kelak di hari akhir sungguh akan menjadi
bidadari-bidadari syurga. Dan khabar baik itu pastilah benar, bidadari syurga
parasnya cantik luar biasa.”
―
Tere Liye, Bidadari Bidadari Surga
“Bukankah
kepercayaan itu sebuah rasionalitas ilmiah?”
―
Tere Liye, Bidadari Bidadari Surga
“Jika
kita ibaratkan, maka peradaban manusia persis seperti roda. terus berputar.
Naik-turun. Mengikuti siklusnya.”
―
Tere Liye, Bidadari Bidadari Surga
“Filosofi
padi, "semakin berisi maka padi akan semakin merunduk", maknanya
"semakin kita merasa bisa maka kita harus bisa semakin merasa”
―
Tere Liye, Pukat
“Ya
Rabb, Engkaulah alasan semua kehidupan ini. Engkaulah penjelasan atas semua
kehidupan ini. Perasaan itu datang dariMu. Semua perasaan itu juga akan kembali
kepadaMu. Kami hanya menerima titipan. Dan semua itu ada sungguh karenaMu...
Katakanlah
wahai semua pencinta di dunia. Katakanlah ikrar cinta itu hanya karenaNya.
Katakanlah semua kehidupan itu hanya karena Allah. Katakanlah semua getar-rasa
itu hanya karena Allah. Dan semoga Allah yang Maha Mencinta, yang Menciptakan
dunia dengan kasih-sayang mengajarkan kita tentang cinta sejati.
Semoga
Allah memberikan kesempatan kepada kita untuk merasakan hakikatNya.
Semoga
Allah sungguh memberikan kesempatan kepada kita untuk memandang wajahNya. Wajah
yang akan membuat semua cinta dunia layu bagai kecambah yang tidak pernah
tumbuh. Layu bagai api yang tak pernah panas membakar. Layu bagai sebongkah es
yang tidak membeku. ”
―
Tere Liye, Hafalan Shalat Delisa
“Maha
Suci Engkau Ya Allah, yang telah menciptakan perasaan. Maha Suci Engkau yang
telah menciptakan ada dan tiada. Hidup ini adalah penghambaan. Tarian
penghambaan yang sempurna. Tak ada milik dan pemilik selain Engkau. Tak ada
punya dan mempunyai selain Engkau.
Tetapi
mengapa Kau harus menciptakan perasaan? Mengapa Kau harus memasukkan bongkah
yang disebut dengan "perasaan" itu pada mahkluk ciptaanMu? Perasaan
kehilangan...perasaan memiliki...perasaan mencintai...
Kami
tak melihat, Kau berikan mata; kami tak mendengar, Kau berikan telinga; Kami
tak bergerak, Kau berikan kaki. Kau berikan berpuluh-puluh nikmat lainnya.
Jelas sekali, semua itu berguna! Tetapi mengapa Kau harus menciptakan bongkah
itu? Mengapa Kau letakkan bongkah perasaan yang seringkali menjadi pengkhianat
sejati dalam tubuh kami. Mengapa? ”
―
Tere Liye, Hafalan Shalat Delisa
“saudara-saudara
kita menjadi tameng api neraka kita , maka berbuat baiklah pada mereka
...sungguh, saudara kita akan menjadi penghalang siksa dan azab himpitan liang
kubur..”
―
Tere Liye, Hafalan Shalat Delisa
“Delisa
cinta ummi karena Allah.”
―
Tere Liye, Hafalan Shalat Delisa
“Bagi
manusia, hidup itu juga sebab-akibat, Ray. Bedanya, bagi manusia sebab-akibat
itu membentuk peta dengan ukuran raksasa. Kehidupanmu menyebabkan perubahan
garis kehidupan orang lain, kehidupan orang lain mengakibatkan perubahan garis
kehidupan orang lainnya lagi, kemudian entah pada siklus yang keberapa, kembali
lagi ke garis kehidupanmu.... Saling mempengaruhi, saling berinteraksi....
Sungguh kalau kulukiskan peta itu maka ia bagai bola raksasa dengan benang
jutaan warna yang saling melilit, saling menjalin, lingkar-melingkar. Indah.
Sungguh indah. Sama sekali tidak rumit.”
―
Tere Liye, Rembulan Tenggelam Di Wajahmu
“Begitulah
kehidupan, Ada yang kita tahu, ada pula yang tidak kita tahu. Yakinlah, dengan
ketidak-tahuan itu bukan berarti Tuhan berbuat jahat kepada kita. Mungkin saja
Tuhan sengaja melindungi kita dari tahu itu sendiri.”
―
Tere Liye, Rembulan Tenggelam Di Wajahmu
“Andaikata
semua kehidupan ini menyakitkan, maka di luar sana pasti masih ada sepotong
bagian yang menyenangkan. Kemudian kau akan membenak pasti ada sesuatu yang
jauh lebih indah dari menatap rembulan di langit. Kau tidak tahu apa itu, karna
ilmumu terbatas. Kau hanya yakin , bila tidak di kehidupan ini suatu saat nanti
pasti akan ada yang lebih mempesona dibanding menatap sepotong rembulan yang
sedang bersinar indah.”
―
Tere Liye, Rembulan Tenggelam Di Wajahmu
“Hanya
orang-orang dengan hati damailah yang boleh menerima kejadian buruk dengan
lega.”
―
Tere Liye, Rembulan Tenggelam Di Wajahmu
“Semua
orang selalu diberikan kesempatan untuk kembali. Sebelum mau menjemput, sebelum
semuanya benar-benar terlambat. Setiap manusia diberikan kesempatan mendapatkan
penjelasan atas berbagai pertanyaan yang mengganjal hidupnya.”
―
Tere Liye, Rembulan Tenggelam Di Wajahmu
“Orang-orang
yang memiliki tujuan hidup, tahu persis apa yg hendak dicapainya, maka baginya
semua kesedihan yang dialaminya adalah tempaan, harga tujuan tersebut. Dan
sebaliknya.”
―
Tere Liye, Rembulan Tenggelam Di Wajahmu
“kebahagiaan
adalah kesetiaan.. setia atas indahnya merasa cukup.. setia atas indahnya
berbagi.. setia atas indahnya ketulusan berbuat baik..”
―
Tere Liye, Moga Bunda Disayang Allah
“Benarlah.
Jika kalian sedang bersedih, jika kalian sedang terpagut masa lalu menyakitkan,
penuh penyesalah seumur hidup, salah satu obatnya adalah dengan menyadari masih
banyak orang lain yang lebih sedih dan mengalami kejadian lebih menyakitkan
dibandingkan kalian. Masih banyak orang lain yang tidak lebih beruntung
dibandingkan kita. Itu akan memberikan pengertian bahwa hidup ini belum
berakhir. Itu akan membuat kita selalu meyakini : setiap makhluk berhak atas
satu harapan.”
―
Tere Liye, Moga Bunda Disayang Allah
“Ibu,
rasa nyaman selalu membuat orang-orang sulit berubah. Celakanya, kami sering
kali tidak tahu kalau kami sudah terjebak oleh perasaan nyaman itu... Padahal
di luar sana, di tengah hujan deras, petir, guntur, janji kehidupan yang lebih
baik boleh jadi sedang menanti. Kami justru tetap bertahan di pondok reot
dengan atap rumbia yang tampias di mana-mana, merasa nyaman, selalu mencari
alasan untuk berkata tidak atas perubahan, selalu berkata 'tidak'...
Ibu,
rasa takut juga selalu membuat orang-orang sulit berubah. Celakanya, kami
sering kali tidak tahu kalau hampir semua yang kami takuti hanyalah sesuatu
yang bahkan tidak pernah terjadi... Kami hanya gentar oleh sesuatu yang boleh
jadi ada, boleh jadi tidak. Hanya mereka-reka, lantas menguntai ketakutan itu,
bahkan kami tega menciptakan sendiri rasa takut itu, menjadikannya tameng untuk
tidak mau berubah.”
―
Tere Liye, Moga Bunda Disayang Allah
“Gadis
kecil itu benar sekali.. mengapa dunia diciptakan dengan penuh perbedaan. Yang
satu dilebihkan dari yang lain... ada yang bisa melihat. Bisa mendengar, ada
juga yang tidak. Ada yang cerdas, ada yang tidak. Apakah semua itu adil? Apakah
takdir itu adil? Padahal bukankah semua pembeda itu hanyalah semu. Tidak
hakiki. Ketika sang waktu menghabisi segalanya, bukankah semua manusia sama...”
―
Tere Liye, Moga Bunda Disayang Allah
“Hidup
harus terus berlanjut,tidak peduli seberapa menyakitkan atau membahagiakan,
biar waktu yg menjadi obat”
―
Tere Liye, Ayahku (Bukan) Pembohong
“Penjajah
itu tidak tahu kekuatan bersabar. Kekuatan ini bahkan lebih besar dibandingkan
peledak berhulu nuklir. Alam semesta selalu bersama orang-orang yang sabar.”
―
Tere Liye, Ayahku (Bukan) Pembohong
“Dengan
kesederhanaan hidup bukan berati tidak ada kebahagian, kebahagian ada pada
seberapa besar keberartian hidup kita untuk hidup orang lain dan sekitar, yap
seberapa besar kita menginspirasi mereka. Kebahagian ada pada hati yang bersih,
lapang dan bersyukur dalam setiap penerimaan...:)”
―
Tere Liye, Ayahku (Bukan) Pembohong
“Mereka siap dengan kekalahan, sama siapnya menyambut hari kemenangan.”
―
Tere Liye, Ayahku (Bukan) Pembohong
“Mereka
menjalani hidup dgn sebenar-benarnya hidup itu harus dijalani, mengalir apa
adanya.”
―
Tere Liye, Ayahku (Bukan) Pembohong
“Apa
kata pepatah, hidup harus terus berlanjut, tak peduli seberapa menyakitkan atau
seberapa membahagiakan, biarkan waktu yang menjadi obat.”
―
Tere Liye, Ayahku (Bukan) Pembohong
“Mengerti
bahwa memaafkan itu proses yang menyakitkan. MEngerti, walau menyakitkan itu
harus dilalui agar langkah kita menjadi jauh lebih ringan. Ketahuilah,
memaafkan orang lain sebenarnya jauh lebih mudah dibandingkan memaafkan diri
sendiri.”
―
Tere Liye, Sunset Bersama Rosie
“Tak
Peduli seberapa membahagiakan atau menyedihkan, hidup harus terus berlanjut.
Waktulah yang selalu menepati janji dan berbaik hati mengobati segalanya.”
―
Tere Liye, Sunset Bersama Rosie
“ada
banyak cara menikmati sepotong kehidupan saat kalian sedang tertikam belati
sedih. salah satunya dengan menerjemahkan banyak hal yang menghiasi dunia
dengan cara tak lazim. saat melihat gumpalan awan di angkasa. saat menyimak
wajah-wajah lelah pulang kerja. saat menyimak tampias air yang membuat bekas di
langit-langit kamar. dengan pemahaman secara berbeda maka kalian akan merasakan
sesuatu yang berbeda pula. memberikan kebahagiaan utuh -yang jarang disadari-
atas makna detik demi detik kehidupan.”
―
Tere Liye, Sunset Bersama Rosie
“sungguh
tidak ada mawar yang tumbuh di tegarnya karang”
―
Tere Liye, Sunset Bersama Rosie
“Aku
harus menyibukkan diri. Membunuh dengan tega setiap kali kerinduan itu muncul.
Ya Tuhan, berat sekali melakukannya…. Sungguh berat, karena itu berarti aku
harus menikam hatiku setiap detik.”
―
Tere Liye, Sunset Bersama Rosie
“Terkadang
kesedihan memerlukan kesendirian, meskipun seringkali kesendirian mengundang
kesedihan tak tertahankan.”
―
Tere Liye, Kisah Sang Penandai
“Tapi
apalagi yang membuat hati berdesir selain pertemuan yang tidak disengaja ?”
―
Tere Liye, Kisah Sang Penandai
“Pecinta
sejati tidak akan pernah menyerah sebelum kematian itu sendiri datang menjemput
dirinya.”
―
Tere Liye, Kisah Sang Penandai
“Daun
yang jatuh tak pernak membenci angin. Dia membiarkan dirinya jatuh begitu saja.
Tak melawan. Mengikhlaskan semuanya.”
―
Tere Liye, Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin
“Orang
yang memendam perasaan seringkali terjebak oleh hatinya sendiri. Sibuk
merangkai semua kejadian di sekitarnya untuk membenarkan hatinya berharap.
Sibuk menghubungkan banyak hal agar hatinya senang menimbun mimpi. Sehingga
suatu ketika dia tidak tahu lagi mana simpul yang nyata dan mana simpul yang
dusta.”
―
Tere Liye, Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin
“Kebaikan
itu memang tak selalu harus berbentuk sesuatu yang terlihat.”
―
Tere Liye, Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin
“Daun
yang jatuh tak pernah membenci angin, dia membiarkan dirinya jatuh begitu saja.
Tak melawan, mengikhlaskan semuanya.
Bahwa
hidup harus menerima, penerimaan yang indah. Bahwa hidup harus mengerti,
pengertian yang benar. Bahwa hidup harus memahami, pemahaman yang tulus.
Tak
peduli lewat apa penerimaan, pengertian, pemahaman itu datang. Tak masalah
meski lewat kejadian yang sedih dan menyakitkan. Biarkan dia jatuh sebagaimana
mestinya. Biarkan angin merengkuhnya, membawa pergi entah kemana.”
―
Tere Liye, Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin
“Cinta
adalah perbuatan. Kata-kata dan tulisan indah adalah omong kosong.”
―
Tere Liye, Kau, Aku & Sepucuk Angpau Merah
“Berasumsi dengan perasaan, sama saja dengan membiarkan hati kau diracuni harapan
baik, padahal boleh jadi kenyataannya tidak seperti itu, menyakitkan.”
―
Tere Liye, Kau, Aku & Sepucuk Angpau Merah
“Cinta
hanyalah segumpal perasaan dalam hati. Sama halnya dengan gumpal perasaan
senang, gembira, sedih, sama dengan kau suka makan gilau kepala ikan, suka
mesin. Bedanya, kita selama ini terbiasa mengistimewakan gumpal perasaan yang
disebut cinta. Kita beri dia porsi lebih penting, kita bersarkan, terus
menggumpal membesar. Coba saja kau cuekin, kau lupakan, maka gumpal cinta itu
juga dengan cepat layu seperti kau bosan makan gulai kepala ikan.”
―
Tere Liye, Kau, Aku & Sepucuk Angpau Merah
“Cinta itu macam musik yang indah. Bedanya, cinta sejati akan membuatmu tetap
menari meskipun musiknya telah lama berhenti.”
―
Tere Liye, Kau, Aku & Sepucuk Angpau Merah
“Nak,
perasaan itu tidak sesederhana satu tambah satu sama dengan dua. Bahkan ketika
perasaan itu sudah jelas bagai bintang di langit, gemerlap indah tak terkira,
tetap saja dia bukan rumus matematika. Perasaan adalah perasaan.”
―
Tere Liye, Kau, Aku & Sepucuk Angpau Merah
“perasaan adalah perasaan, meski secuil, walau setitik hitam di tengah lapangan
putih luas, dia bisa membuat seluruh tubuh jadi sakit, kehilangan selera makan,
kehilangan semangat, hebat sekali benda bernama perasaan itu, dia bisa membuat
harimu berubah cerah dalam sekejap padahal dunia sedang mendung, dan di kejap
berikutnya mengubah harimu jadi buram padahal dunia sedang terang benderang”
―
Tere Liye, Kau, Aku & Sepucuk Angpau Merah
“Ibu,
usiaku dua puluh dua, selama ini tidak ada yang mengajariku tentang
perasaan-perasaan, tentang salah paham, tentang kecemasan, tentang bercakap
dengan seorang yang diam-diam kau kagumi. Tapi soer ini, meski dengan
menyisakan banyak pertanyaan, aku tahu, ada momen penting dalam hidup kita
ketika kau benar-benar merasa ada sesuatu yang terjadi di hati. Sesuatu yang
tidak pernah bisa dijelaskan. Sayangnya, sore itu juga menjadi sore
perpisahanku, persis ketika perasaan itu mulai muncul kecambahnya.”
―
Tere Liye, Kau, Aku & Sepucuk Angpau Merah
“Cinta
sejati selalu menemukan jalan, Borno. Ada saja kebetulan, nasib, takdir, atau
apalah sebutannya. Tapi sayangnya, orang-orang yang mengaku sedang dirudung
cinta justru sebaliknya, selalu memaksakan jalan cerita, khawatir, cemas, serta
berbagai perangai norak lainnya. Tidak usahlah kau gulana, wajah kusut. Jika
berjodoh, Tuhan sendiri yang akan memberikan jalan baiknya.”
―
Tere Liye, Kau, Aku & Sepucuk Angpau Merah
“Nah,
walau tiga suku bangsa ini punya kampung sendiri, kampung Cina, kampung Dayak,
dan kampung Melayu, kehidupan di Pontianak berjalan damai. Cobalah datang ke
salah satu rumah makan terkenal di kota Pontianak, kalian dengan mudah akan
menemukan tiga suku ini sibuk berbual, berdebat, lantas tertawa bersama—bahkan
saling traktir. “Siapa di sini yang berani bilang Koh Acong bukan penduduk asli
Pontianak?” demikian Pak Tua bertanya takzim.”
―
Tere Liye, Kau, Aku & Sepucuk Angpau Merah
“Perasaan
adalah perasaan, Borno. Orang seperti kau, lebih suka rusuh dengan perasaan itu
sendiri. Rusuh dengan harapan, semoga besok bertemu, semoga besok ada
penjelasan baiknya. Semoga. Semoga.”
―
Tere Liye, Kau, Aku & Sepucuk Angpau Merah
“Jika
dia memutuskan untuk pergi menjauh, itu berarti sudah saatnya kau memulai
kesempatan baru. Percayalah, jika dia memang cinta sejati kau, mau
semenyakitkan apa pun, mau seberapa sulit liku yang harus dilalui, dia tetap
akan bersama kau kelak, suatu saat nanti. Langit selalu punya skenario terbaik.
Saat itu belum terjadi, bersabarlah. Isi hari-hari dengan kesempatan baru.
Lanjutkan hidup dengan segenap perasaan riang.”
―
Tere Liye, Kau, Aku & Sepucuk Angpau Merah
“Buku
yang baik tidak pernah dilihat dari sampulnya, bukan?”
―
Tere Liye, Eliana
“Anak
kijang loncat berlari.
Senang
bermain di padang ilalang.
Dasar
kau seorang pencuri.
Mencuri
hatiku bukan kepalang.”
―
Tere Liye, Eliana
“Jika
kalian tidak bisa ikut golongan yang memperbaiki, maka setidaknya, janganlah
ikut golongan yang merusak. Jika kalian tidak bisa berdiri di depan menyerukan
kebaikan, maka berdirilah di belakang. Dukung orang orang yang mengajak pada
kebaikan dengan segala keterbatasan. Itu lebih baik.”
―
Tere Liye, Eliana
“Tidak
semua yang kita inginkan harus terjadi seketika. Kita tidak hidup di dunia
dongeng.”
―
Tere Liye, Eliana
Tidak
selalu yang kita pikirkan itu benar. Tidak selalu yang kita sangkakan itu
kebenaran. Kalau kita tidak mengerti alasan sebenarnya bukan berarti semua jadi
buruk dan salah menurut versi kita sendiri.”
--Tere
Liye, novel Eliana
“Cinta
bukan sekedar memaafkan. cinta bukan sekedar soal menerima apa adanya. cinta
adalah harga diri. cinta adalah rasionalitas sempurna.
Jika
kau memahami cinta adalah perasaan irasional, sesuatu yang tidak masuk akal,
tidak butuh penjelasan, maka cepat atau lambat, luka itu akan kembali menganga.
kau dengan mudah membenarkan apapun yang terjadi di hati, tanpa tahu, tanpa
memberikan kesempatan berpikir bahwa itu boleh jadi karena kau tidak mampu
mengendalikan perasaan tersebut. tidak lebih, tidak kurang”
―
Tere Liye, Sepotong Hati Yang Baru
“Kau
tidak harus minta maaf. Meskipun seharusnya kau tahu, sehari setelah kau
memutuskan pergi, aku telah membujuk hatiku agar tegar. Tetapi percuma.
Menyakitkan. Semua itu membuat sesak. Kalimat itu mungkin benar, ada seseorang
dalam hidupmu yang ketika ia pergi, maka ia juga membawa sepotong hatimu.
Alysa, kau pergi. Dan kau bahkan membawa lebih dari separuh hatiku.”
―
Tere Liye, Sepotong Hati Yang Baru
"Maka
saat kebenaran itu datang, ia bagai embun yang terkena cahaya matahari. Bagai
debu yang disiram air. Musnah sudah semua harapan-harapan palsu itu. Menyisakan
kesedihan. Salah siapa? Mau menyalahkan orang lain?"
―
Tere Liye, Sepotong Hati Yang
Baru
“Suatu
saat jika kau beruntung menemukan cinta sejatimu. Ketika kalian saling bertatap
untuk pertama kalinya, waktu akan berhenti. Seluruh semesta alam takzim
menyampaikan salam. Ada cahaya keindahan yang menyemburat, meggetarkan jantung.
Hanya orang - orang yang beruntung yang bisa melihat cahaya itu, apalagi
berkesempatan bisa merasakannya.”
―
Tere Liye, Berjuta Rasanya
“..ajarkan
aku untuk selalu memiliki hati yang cantik, hati yang cantik… Tidak peduli
meski orang-orang tidak pernah sekali pun menyadari kecantikan hati tersebut.”
―
Tere Liye, Berjuta Rasanya
“Ya
Tuhan, aku sempurna tertikam oleh ilusiku sendiri. Pengkhianatan oleh hatiku
yang sibuk meguntai simpul pertanda cinta.”
―
Tere Liye, Berjuta Rasanya
“Mungkin ada benarnya juga buku - buku itu bilang. Orang - orang yang jatuh
cinta terkadang terbelenggu oleh ilusi yang diciptakan oleh hatinya sendiri.”
―
Tere Liye, Berjuta Rasanya
“Percayalah,
hal yang paling menyakitkan di dunia bukan saat kita lagi sedih banget tapi
nggak ada satupun teman untuk berbagi. Hal yang paling menyakitkan adalah saat
kita lagi happy banget tapi justru nggak ada sat pun tema untuk membagi
kebahagiaan tersebut.”
―
Tere Liye, Berjuta Rasanya
“Kakek,
apakah cinta itu memberi, seperti yang selalu Kakek lakukan saat memberi makan
ayam - ayam?"
"Tidak.
Karena kau selalu bisa memberi tanpa sedikitpun memiliki perasaan cinta, tetapi
kau takkan pernah bisa mencintai tanpa selalu memberi.”
―
Tere Liye, Berjuta Rasanya
“Ya,
cinta seperti hantu. Semua orang membicarakannya, tetapi sedikir sekali yang
benar - benar pernah melihatnya.”
―
Tere Liye, Berjuta Rasanya
“Kakek,
apakah cinta itu seperti musik?"
"Ya.
Ia seperti musik, tetapi cinta sejati akan membuatmu selalu menari meskipun
musiknya telah lama berhenti.”
―
Tere Liye, Berjuta Rasanya
“Kakek,
dari kota manakah cinta datang?"
"Tidak
ada yang tahu, Sayang. Cinta sejati datang begitu saja, tanpa satu alasan
apapun yang jelas!”
―
Tere Liye, Berjuta Rasanya
“Apakah
cinta sejati itu? Apakah ia sebentuk perasaan yang tidak bisa dibagi lagi?
Apakah ia sejenis kata akhir sebuah perasaan? Tidak akan bercabang? Tidak akan
membelah diri lagi? Titik? Penghabisan? Bukankah lazim seseorang jatuh cinta
lagi padahal sebelumya sudah berjuta kali bilang ke pasangan - pasangan
lamanya, "Ia adalah cinta sejatiku!”
―
Tere Liye, Berjuta Rasanya
“Kakek
apakah cinta sesejuk air sungai ini?"
"Ya.
Cinta sejati memang seperti air sungai, sejuk menyenangkan, dan terus mengalir.
Mengalir terus ke hilir tidak pernah berhenti. Semakin lama semakin besar
karena semakin lama semakin banyak anak sungai yang bertemu. Begitu juga cinta,
semakin lama mengalir semakin besar batang perasaannya."
"Kalau
begitu ujung sungai ini pasti ujung cinta itu?"
"Cinta
sejati adalah perjalanan, Sayang. Cinta sejati tak pernah memiliki tujuan.”
―
Tere Liye, Berjuta Rasanya
“Kakeknya
berbohong. Cinta tidak seperti air sungai, sejuk, dan menyenangkan. Baginya,
sekarang cinta lebih sepert moncong meriam. Sesaat lalu melontarkannya tinggi
sekali hingga ke atas awan, tetapi sekejap kemudian menghujamkannya dalam -
dalam ke perut bumi.”
―
Tere Liye, Berjuta Rasanya
“Tidak
seperti waktu, relativitas nasib sudah diterjemahkan dengan maju oleh manusia
di seluruh muka bumi melalui ukuran tertentu, yang sayang sekali ukuran
tersebut mutlak berasal dari kesepakatan mereka.”
―
Tere Liye, Berjuta Rasanya
“Lantas aku apa? Cillean Filleta? Makhluk yang tidak memerlukan pasangan untuk
bereproduksi selama hidupnya? Makhluk yang ditakdirkan jomblo sepanjang
usianya? Hiks!”
―
Tere Liye, Berjuta Rasanya
“Cinta
memang tidak pernah adil," keluhnya terluka.”
―
Tere Liye, Berjuta Rasanya
“Ketika
satu kota dipenuhi orang miskin, kejahatan yang terjadi hanya level rendah,
perampokan, mabuk-mabukan, atau tawuran. Kaum proletar seperti ini mudah
diatasi, tidak sistematis dan jelas tidak memiliki visi misi, tinggal digertak,
beres. Bayangkan ketika kota dipenuhi orang yang terlalu kaya, dan terus rakus
menelan sumber daya di sekitarnya. Mereka sistematis, bisa membayar siapa saja
untuk menjadi kepanjangan tangan, tidak takut dengan apapun. Sungguh tidak ada
yang bisa menghentikan mereka selain sistem itu sendiri yang merusak mereka.”
―
Tere Liye, Negeri Para Bedebah
“...Penjelasan
akan tiba pada waktu yg pas, tempat yg cocok, dan dari orang yg tepat.”
―
Tere Liye, Negeri Di Ujung Tanduk
“Kau tahu, Nak, sepotong intan terbaik dihasilkan dari dua hal, yaitu, suhu dan
tekanan yang tinggi di perut bumi. Semakin tinggi suhu yang diterimanya,
semakin tinggi tekanan yang diperolehnya, maka jika dia bisa bertahan, tidak
hancur, dia justeru berubah menjadi intan yang berkilau tiada tara. Keras.
Kokoh. Mahal harganya.
“Sama
halnya dengan kehidupan, seluruh kejadian menyakitkan yang kita alami, semakin
dalam dan menyedihkan rasannya, jika kita bisa bertahan, tidak hancur, maka
kita akan tumbuh menjadi seseorang berkarakter laksana intan. Keras.
Kokoh."
--Negeri
Di Ujung Tanduk, novel paling baru Tere Liye
SUMBER:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar